Monday, December 29, 2008
Saturday, December 27, 2008
australia
Bertekad nonton dari semenjak film ini dibuat, akhirnya Jum’at lalu tercapailah cita-cita untuk menikmati keindahan salah satu ciptaan Tuhan, that is the Sexiest Man Alive on Earth himself (:D).
DOWN & UNDER?
Menyaksikan film ini saya banyak mengernyitkan dahi. Bukan karena bingung atau gak ngerti jalan ceritanya, tapi karena berpikir, “Hah?? Begitu doang??”. Film ini gampang ketebak, istilah saya, ‘gak challenge’.. Kalau tujuannya film roman, saya setuju sama teman saya, Roman Picisan! Ada beberapa kenalan yang menyamakan film ini dengan Gone With The Wind. Well, bagi insan perfilman jaman dahulu kala memang Gone With The Wind adalah superb! Tapi haree geneee??
Kalaupun tujuannya mengangkat tema ‘penindasan’ suku Aborigin juga tidak terlalu signifikan. Serba tanggung.
Film ini terlalu panjang, sekitar 2.5 jam lebih. Ada beberapa moment di mana saya berdo’a di salam hati, “please, just finish it!” (jadi agak-agak teringat waktu nonton TDK..:P). Bukan karena bosan (yang sepertinya gak akan bosan, karena ada mas-mas Wolverine di film ini), tapi karena ceritanya makin dibuat-buat (sinetron banget deh rasanya), bahkan ada beberapa scene yang rasanya kok, India banget! Saya sama sekali tidak merasakan emosi di film ini, di saat ada yang mati, ada yang berpisah, atau pertemuan kembali, semuanya datar.
Casting para pemeran juga semuanya S-T-D. Nicole Kidman, S-T-D, tidak memberikan kualitas akting yang excellent. Saya juga terganggu oleh aktingnya si Brandon Walters as Nullah. And last but not least, Hugh Jackman himself.. well, I have to be very objective about this, he is also.. in his average, but he’s the funniest of all, :P.
Yang patut dipuji adalah cinematography dari film ini. IMHO, I think this is the main purpose yang mau ditunjukkan oleh Baz Luhrmann. Kaya’nya Cuma cinematography-nya aja deh yang bagus di film ini. Lainnya, saya cukup menikmati chemistry Nicole Kidman dengan Hugh Jackman. Apalagi di saat awal-awal mereka masih cela-cela’an.
Ada moment-moment yang bikin saya dan teman-teman terbahak-bahak, moment roman picisan, moment India, moment keluar dari asap dan Hugh Jackman himself. Bukan karena dia lucu’, tapi kami baru menyadari, kalau di setiap scene-nya, Jackman seperti otomatis berpose bak model, dari mulai gaya berdiri, mengendarai kuda, duduk, banyak deh.. (sampe sekarang gue masih ketawa sendiri ngebayanginnya, :D). Apalagi waktu adegan mandi, di saat nyiram air dari ember, hyahahahaha!! As Jackman himself said, “it’s too dramatic”. (Di acara Jimmy Kimmel, dia ngaku kalau dia awalnya gak mau, tapi akhirnya seluruh crew pria ngedukung dia dengan membuka baju mereka, biar Jackman lebih pede..:P beneran gak penting)
OK. There are 2 things for additional. King George the Aboriginese, mengingatkan saya kepada dukun di Lion King (Cuma kata teman, dukun babon di Lion King lebih berguna, hyahahaha). Terakhir, there’s nothing special about the movie itself. Saya yakin, total penjualan tiket film ini didominasi oleh wanita-wanita pecinta Hugh Jackman. (Ladies, please pay good attention when he’s riding a horse and whisper to a horse, -sigh- Dear God!!)
Satisfaction Rate: 50% (15% adalah karena keberadaan Hugh Jackman)
Tuesday, December 23, 2008
righteous kill
Rooster dan Turk adalah duo senior NYPD. Mereka sedang menghadapi kasus pembunuhan berantai. Secara tidak langsung mereka dibantu oleh 2 anggota NYPD lainnya yang mencurigai kalau pelakunya adalah anggota kepolisian.
GOOD COP BAD COP
Ide cerita bisa dibilang cukup menarik. Penyampaian cerita juga cukup smart, back and forth, back and forth, namun tidak terlalu rumit. Sayangnya, twist di film ini agak mudah ditebak. Juga kurangnya klimaks jadi kelemahan di sini.
Hal yang paling ditunggu adalah kedua bintang besar, Al Pacino dan Robert De Niro. Setelah 2 film sebelumnya tidak pernah digabungkan dalam satu shoot (rumornya karena feng shui or energy nya terlalu hebat bila disatukan), akhirnya film ini mencetak sejarah.
But guess what??
Nothing special. Mereka sepertinya santai-santai saja, tidak terlalu optimal, atau bahkan terasa kurang serius. Saya kok gak dapet chemistry yang pas ya, antara mereka berdua. Walaupun harus saya akui, tidak optimalnya mereka juga sudah merupakan acting yang bagus. Their average performance is above average for other actors… :D
Jadi, saya bisa menyimpulkan… Those 2 living legends are way too big for this kind of film. Jon Avnet (88 Minutes) fail big time in using those highly potential talents.
Satisfaction Rate: 65% (the ¾ is for Pacino and De Niro)
Friday, December 19, 2008
a bit more about LOEWY
Satu hal yang lumayan bikin saya ternganga. Di resto sekelas Loewy, masa' tatakan gelasnya dari tissue sih?? Tissue lengkap dengan catatan nomor telpon Loewy yang DITULIS! Yup! Ditulis dengan tinta pulpen warna merah..
Where does all those money go? Gak ada budget buat beli tatakan gelas beneran??
LOEWY : a sucky place for dine-in
Year-end dinner adalah acara favorit saya dan teman-teman satu divisi di kantor. Selain karena pastinya ditraktir sama sang manager, kami juga rutin melakukan acara tukar kado. Setelah sempat pusing searching for the right restaurant, akhirnya atas dasar usul seorang teman, terpilihlah LOEWY di Oakwood Mega Kuningan, sebuah resto yang ‘katanya’ terkenal karena steak dan wine-nya (walaupun tidak ada di antara kami yang minum wine).
Ketika tiba saat taking order, hal pertama yang mengganggu saya adalah, saya ditolak! What the..??!!
(Setelah selesai taking order seorang teman)
“Mas, saya mau order dong”, saya sampai mengacungkan tangan.
Dijawab, “Nanti dulu mba’”
Di saat kami sedang menikmati makanan, yang mana rasanya standar abis, kami sangat terganggu dengan waiters (lebih dari 3 orang) mondar-mandir mengelilingi meja kami, dan mulai mengangkat piring-piring dan gelas-gelas yang kosong dan juga yang MASIH SEPARUH ISI!!!! Yup! You got that right, people.. ¼ piring saya masih penuh dengan French Fries, tiba-tiba ada waiter yang dengan sigap mau mengangkat piring saya, “Sudah selesai, mba’?” Ya, spontan saya protes, “Belom dong, Mas..Ini
Don’t ever think that is it..
Bertubi-tubi kami dilayani oleh pelayanan buruk LOEWY. Seorang teman pesan Equil dari awal makanan datang, sampai dia selesai makan, itu Equil masih tetap belum tiba. Bahkan beberapa teman yang pesan belakangan, sudah bisa menikmati Equil mereka lebih dulu. Apa sebuah Equil harus diolah terlebih dahulu??!! SUCK No. 3.
O ya, mas waiter yang took our order juga saya nilai sangat tidak professional, dan kampungan (sayangnya saya gak perhatiin namanya). Bukannya berdiri dengan baik dan benar sebagai waiter, tapi dia malah menyandarkan tangannya di senderan bangku 2 orang teman saya. Bayangkannya seperti ini, seperti kita duduk di bangku belakang mobil, dan kita mencondongkan badan kita sambil menyandarkan tangan ke senderan 2 bangku depan untuk ngobrol dengan penumpang di depan. Ya seperti itulah dia itu kemarin. Maksudnya mungkin biar asik, tapi ya gak bangetlah!!!! Gak sopan! SUCK No. 5.
And..about the food.. if they think they have good quality and tasty food, they have to start buying mirrors for themselves. The food is so standard!! With that price.. we surely will chose Hard Rock Café. No brainer for this decision making.
Masih ada beberapa bad services yang mereka berikan kemarin itu. Saya tidak bisa mengingatnya lagi.
But, the ultimate one is….
Ketika Bill sudah dibayar at 19.30, para waiters itu banyak yang berdiri di belakang kami, terkesan seperti ingin ‘mengusir secara halus’. Kami masih santai karena masih mau ngobrol, masih ada beberapa yang menunggu jemputan, dan masih mau foto-foto. Tiba-tiba…
“Maaf mba’, apa sudah selesai? Karena masih banyak yang antri mau makan..”
WHAT WAS THAT???!!
Sampai teman saya sempat nyeletuk, “Kok diusir sih Mas? Oooo..jadi habis manis sepah dibuang nih?!” Si waiter hanya tersenyum kecut, “Iya mba’, banyak yang antri..”
OK! That is SUCK No. 3 millions.
Oya, sampai depan resto.. tidak ada tuh orang-orang yang antri.
Saya adalah penggemar resto dan dine-in activity. Yang paling saya perhatikan adalah service dari resto tersebut. Saya akan sangat appreciate sebuah resto yang walaupun makannya tidak enak, tapi masih bisa melayani customer dengan sangat baik.
Sampai detik ini, belum pernah saya makan di suatu resto, mahal or murah, dan ‘diusir’ seperti itu. Bahkan makan di warteg juga saya belum pernah tuh diusir. Sebuah resto yang katanya kelas atas, tapi mengusir customernya yang BAYAR. Saya makan di Pizza Hut berjam-jam, di Pisa CafĂ© sampai pantat pegal, gak pernah tuh ‘digusur’.
Apakah mereka berpikir, harus mendahulukan customer expatriates? Apakah karena kami mengenakan ‘bright color’ clothes instead of black, brown, grey and white like the other customers? Or is it because we’re too loud?? (catatan: ada yang sama loud-nya dengan rombongan kami). What?? You tell me, LOEWY??
OK, LOEWY.. kalau kalian berpikir kalian adalah resto kelas atas dengan executive customers..well, think again! Executive customers butuh dilayani oleh high class professional waiters, which is so not you.
Satisfaction Rate: 15% (this number is for the Fresh Orange Juice only!)
Wednesday, December 17, 2008
Monday, December 15, 2008
nice ending of 2008
Hugh Jackman will be the next Academy Award 2009 Host. It’ll be held on February 22, 2009. Yeah, baby..!
…and one more…
Enough with the disappointment of the delayed Soloist until next March, Robert Downey Junior is nominated for Best Performance in a Supporting Role in Tropic Thunder for Golden Globe Award 2009. He’s baaaack!
cerita kurang gope'
Tidak lama masuklah seorang wanita berjilbab dengan seorang laki-laki tinggi besar, dan mereka duduk berjauhan. Sepertinya bukan pasangan sih, karena perempuannya menolak untuk dibayarkan. Kelihatannya seperti mba’-mba’ pekerja yang cukup hidupnya, jilbabnya putih bersih rapi, pakai kemeja dan blazer hitam, celana panjang dan tas hitam.
Duduk tepat di belakang saya…
Ketika kenek bus menagih ongkos, wanita itu menolak dibayarkan oleh si laki-laki. Tapi ada sesuatu yang bikin saya agak mengernyitkan dahi..
“Kurang gope' nih mba’”
“Kurang? Ah, bukannya solar udah turun, bang?”
...........????
Hellooooooooowwwww!!
Mba’ jilbab rapi itu, kenapa ya begitu? Cuma 2500 perak! Itu adalah tariff termurah dari suatu bus di Jakarta. Gak harus bayar 6000 perak kaya’ kalau naik bus AC. Mbok ya, kalo mau protes jangan ke kenek, secara mereka kan juga ngikutin peraturan pemerintah.
Aneh-aneh aja.. kok gak bersyukur itu loh..
Tuesday, December 9, 2008
Captain Abu Raed
Saya nonton film ini tanpa ekspektasi apapun. Alur cerita agak sedikit lambat, tapi, walaupun minim, saya suka cinematografinya. Ciri khas rumah kotak-kotak dengan banyak anak tangga, dan puing-puing bekas bangunan yang banyak didominasi oleh warna putih dan beige.
Pesan yang saya tangkap sangat sederhana, mengenai kasih sayang antar sahabat, yang pastinya tidak melihat usia. Hal yang paling memorable bagi saya adalah senyumnya Abu Raed, played quite well by Nadim Sawalha.
Agak kurang sreg sama ending-nya. But, that’s fine.. Yang agak ganggu adalah di saat Murad dan keluarganya mau pergi, agak dilama-lama’in, kaya sinetron. Tapi, still.. this is far better than our so-called sinetron, :P
Nonton film ini saya berasa refreshing dari film-film hebatnya Hollywood. It’s relaxing!
Satisfaction Rate: 70%
Wednesday, December 3, 2008
BOLT
A SHINY LITTLE BOLT??
Well, not really, I guess.. Awal film memang keren. Full action. Apalagi kalo yang nonton 3D, pasti puas. Tapi makin ke tengah, udah lumayan lemah, karena IMHO, mulai agak boring, dan too many conversations. Konflik di akhir cerita juga agak kurang greget (adegan kebakaran kurang tegang). Satu-satunya memorable scene yang paling lucu adalah di saat Bolt harus acting untuk minta makanan ke para manusia, dan puncaknya di saat Mittens ikutan memelas. That’s hilarious!!
Dari segi casting, still comparing, kalau Chihuahua, kebanyakan dari dubbers-nya sukses membangun karakter masing-masing tokoh. Kalau Bolt ini, John Travolta sebagai Bolt sangat tidak terdengar istimewa, seperti tidak bisa membangkitkan karakter Bolt..quite forgettable. Miley Cyrus juga biasa aja. Standar suara mba’-mba’ remaja gitu. Nothing special.
Yang strikingly interesting are that Psycho Rhino the Hamster yang sukses disuarakan oleh Mark Walton (I even never heard of him before) and Mittens the Cat (Susie Essman) yang berhasil membuat saya terbahak dengan gaya bicaranya dan celetukannya.
Overall, it’s not the best Disney’s for sure, but it is quite entertaining.
Satisfaction Rate: 57%