Wednesday, February 25, 2009

slumdog millionaire

I’m not a good story teller, so please feel free to read the synopsis in the internet, guys..

Good Impression

Saya suka ceritanya, very catchy. It’s simply, about love, tapi sangat jauh dari kesan cengeng. Apalagi motivasi Jamal ikutan kuis Who Wants To Be A Millionaire, sangat menyentuh. Bumbu humor juga saya nilai cukup. Mampu bikin ketawa, walaupun tidak sampai terbahak-bahak. Susunan antara flashbacks dengan present times ditata dengan rapi, jadi sama sekali tidak membingungkan.

Satu yang paling terpatri di kepala saya adalah disorotnya kemiskinan di India. Juga exploitasi anak-anak ‘slumdog’ untuk dijadikan ‘alat’ pencari uang. Well, the reality is, gak cuma di sana sih.. di sini juga pastinya begitu.

Not So Good Impression

This is a good movie, but not an excellent one. Kenapa? Karena saya masih merasakan film ini cenderung sinetronisir (bukan dramatisir lagi). Adegan seperti Jamal bertemu dengan Latika di stasiun, adegan tembak-menembak terakhir, tapi kok gak berdarah (??), dan moment-moment lamanya sorotan kamera hanya untuk melihat expresi tokoh. Karena cenderung sinetronisir, jadinya kurang bisa membuahkan gejolak emosi selama nonton film ini.

And the ending.. ketebak banget sih. Memang harusnya seperti ini endingnya. Kalau gak, akan sangat mengecewakan filmnya. Well, harus teteup dong, ada India’s touch. Apalagi nari-narinya itu loh…ckckck (untung gak di taman).

Not So Important Impression

Two thumbs up buat sang penulis cerita, karena tidak melupakan peran polisi India, yang pasti selalu ada di setiap Bollywood movies. It’s a must, dude!

!!!SPOILER!!! Tapi saya agak kecewa, karena berharap Amitab Bachan beneran nongol jadi cameo di sini. He’s like one of the living legend, man!

Ada George Michael!!!! It’s Anil Kapoor.. Sumprit! Mirip banget!! Baru ngeh, setelah lama gak nonton film-film India. Dari mulai jambul, mata, brewoknya, segala pake anting, cuma agak gemuk dan pendek aja. Hihi…

Ceritanya nih, saya pernah niat buat download Jai Ho-nya AR Rahman. Setelah dengar Jai Ho, buru-buru saya hapus, karena beneran gak selera. Tapi setelah nonton filmnya, ada beberapa scoring-nya AR Rahman yang bikin saya terkesima. Apalagi waktu adegan di kejar polisi, adegan dikejar Maman and the gank (jadi inget nama pedagang Indomie di kantor, :P), sama score waktu Jamal ketemu sama Latika terkhir kali. Tapi worth gak ya, buat menang Oscar for Best Score?? Hmmm… dibanding sama Postcards-nya Benjamin Button sih, emang beda yaa…(pastinya lah!), tapi gak tau deh kalo dibandingin sama Milk-nya Elfman, belom nonton soalnya. Tapi masih lebih keren Punjabi MC (yang menang Grammy waktu itu, :P).

Menang Oscar this year? Well, India memang perlu diangkat motivasinya, apalagi setelah kejadian teroris waktu itu, :P Lagipula, kaya’nya emang lagi butuh sesuatu yang baru di Hollywood itu. Tema India ini lumayan fresh, termasuk scoringnya tadi.

Once again, this is a good movie, not excellent, just a good one.

Satisfaction Rate: 80%

Tuesday, February 17, 2009

valkyrie

Film-film tentang Hitler atau WW II selalu jadi incaran saya, tapi yang satu ini agak kurang semangat nungguinnya, karena aktor utamanya itu loh.. agak kurang gemar, :P.

OK! Film ini sebenernya punya potensi tinggi untuk dibikin jauh lebih berkualitas. Pertama, banyaknya tokoh dengan minim sekali penjelasan ini siapa itu siapa dan perannya apa, well.. bagi saya penting. Apalagi ketika disebut sebuah nama, Himmler! Who the h*ll is he anyway? And why was he so important?? Do we have to google for him?

Secondly, aksen yang gak kompak. Jadi berasa nonton perkumpulan agen or tentara dari beberapa negara. Ada agen Amerika, Inggris dan Jerman. Sedangkan semua dokumen dan tulisan dalam bahasa Jerman. Gak singkron banget! Atau sekalian mau dibuat ke aksen British? Tapi Tom Cruise kenapa sih gak mau usaha sedikit buat ganti aksen? Kinda s*cks juga sih dengernya… hmmm… seperti gak ada sutradaranya. Bryan Singer, what’s wrong, dude?

Ketiga, beneran kurang dramatis. Berasa agak datar aja gitu. Kurang bisa menggugah emosi. Adegan sang istri dan anak mau minggat terus dia balik lagi hanya untuk memeluk Stauffenberg.. well, whatever! (rolling eyes). Stauffenberg yang berusaha pakai baju dengan telapak tangan, beberapa jari dan mata yang hilang, kok saya gak berasa kesian ya? (apa gue aja yang psycho?? :P) And what’s with yell in the execution of Stauffenberg? Hampir gak jelas dia ngomong apa, kalau gak ada text saya juga gak bakal ngeh dia ngomong apa. Jauh banget sama dramatic ending of William Wallace (Braveheart).

Sorry to say, sedikit yang saya enjoy di film ini adalah ceritanya, karena sejarah selalu menarik, dan Thomas Kretschmann, only because he’s hotter than Tom Cruise himself.

This is not the worst movie ever, cuma sayang aja story seperti ini disia-siakan..

Satisfaction Rate: 65%